Kemaren saya dengar khutbah. Khutbah yang saya dengar itu berjudul Mimpi dalam Sudut Pandang Islam. Karena saya duduk di barisan yang paling belakang, saya cuman mendengar kalimat 'Mimpi yang Baik' terulang terus-menerus.
Well, tentang mimpi. Di post sebelumnya saya udah ngungkit-ngungkit tentang mimpi ketemu artis. Nah, hidup memang bagaikan roda yang terus berputar...
Kali ini saya mimpi buruk.
Mimpi buruk terjadi dua hari sebelum saya nge-post artikel ini. Sungguh, kedua-duanya memiliki tingkat ke-nggaklogisan yang sama. Saya dengar dari khutbah kalau mimpi yang buruk tidak boleh kita beritahukan kepada orang lain. Tapi yah, meskipun begitu... tangan saya udah gatel buat ngumbar-ngumbar mimpi jelek saya.
Dua hari yang lalu, saya lagi ngambek. Saya lupa karena apa dan disitu ada papa saya. Kenyataannya, papa saya telah berangkat ke luar negeri untuk bekerja. Tapi toh ini mimpi. Saya lupa kalau papa saya sebenarnya tidak ada di Indonesia.
Singkat cerita, saya ngambek berat. Lupa karena apa. Nah, karena ngambek saya berjongkok dan berpura-pura tertidur. Menurut pemikiran saya saat itu, dengan pura-pura tidur sambil jongkok, bisa mengantarkan kita ke tempat yang lain. Errr, saya juga nggak ngerti gimana ngejelasinnya. Tapi itu benar-benar terjadi! Maksud saya, ketika saya pura-pura membatu, tiba-tiba, tanah bergera membawa saya entah kemana. Solah-olah saya sedang menaiki eskalator rata.
Saya sampai ke suatu perempatan gelap dengan bangunan-bangunan tak berpenghuni. Tidak ada pejalan kaki ataupun kendaraan. Beberapa bangunan diantaranya memiliki lampu berwarna-warni. Saat itu pula saya tahu kalau saat itu saya sedang berada di depan sebuah mall panakukang. Kalau dipikir-pikir, potret mall panakukang yang ada di Makassar berbeda jauh dengan yang saya lihat di mimpi saya.
Saya masuk ke mall.
Sesampai disana, saya mengunjungi toko buku yang berada di lantai satu. Toko buku itu memiliki satu rak khusus novel. Tapi novelnya nggak menarik sama sekali. Saya berputar ke rak majalah. Ternyata kebanyakan dari majalah yang ada di sana adalah majalah keluaran lama. Herannya, untuk majalah donal ebbek keluaran lama dihargai 26.000.
Saya speechless.
Nggak jadi beli majalah, saya kembali ke rak novel. Ketika saya merapikan buku-buku yang teracak-acak, saya melihat sebuah analog berwarna merah yang waktunya terhitung mundur. Analog itu seperempat dari besar kotak korek api. Saya kaget. Menerka-nerka kalau itu adalah bom.
Waktu yang tersisa saat itu kira-kira kurang dari 20 detik. Saya panik. Wanita yang ada di samping saya juga panik. Saya berdebar ketika berlari keluar dari toko buku dan menuju jendela. Herannya, disana ada ibu saya.
Saya berteriak memanggil ibu saya.
Lalu adik lelaki saya berlari mendahului ibu saya yang sedang berteriak ketakutan. Ibu saya menyuruh nenek saya keluar dengan cepat dari mall. Termasuk dengan kakek saya. Ketika saya telah berada di luar mall, entah kenapa mall itu berpindah lokasi menjadi rumah nenek saya. Alhasil, ketika itu saya tengah berada di halaman rumah nenek.
Saya masih panik. Meskipun saya telah berada di kebun belakang nenek saya, saya tetap berlari sambil mengkhawatirkan ibu. Saya menunggui ibu saya mengajak nenek. Sementara itu saya bersiap-siap melompat ke kanal.
Dan ketika bom itu akan segera meledakkan dirinya. Ketika saya sudah merasakan feel ledakan...
Saya tiba-tiba terbangun dengan nafas terengah. Dada saya seperti dihantam oleh benda keras.
Saya ngerasa takjub.
Nah, mimpi kedua saya akan saya ceritakan di post selanjutnya :)
0 Respon pembaca:
Posting Komentar